Rabu, 13 Juni 2012

Keserakahan Manusia

Keserakahan di dalam diri manusia

Pada dasarnya manusia itu susah sekali merasa puas, dan kadang kala dari segala kepunyaannya bahkan ada juga manusia yang ‘lupa’ mengucap syukur kepada Tuhan. Ketidakpuasan manusia dengan apa yang dimilikinya terkadang malah membuatnya menjadi serakah, egois, dan terkadang menjadi ‘jahat’ dalam artian lebih cenderung memikirkan kepentingan pribadi sedangkan kepentingan yang lain terdapat kerugian oleh karena kepentingan pribadi tadi. Sifat ‘ketidakpuasan’ menurut saya bisa jadi merupakan sifat dasar manusia yang kemudian dapat menimbulkan keserakahan.

Dalam tulisan ini, saya akan lebih memfokuskan ‘keserakahan’ yang ada dalam diri para koruptor di Indonesia.

Pejabat negara atau orang-orang yang bekerja di pemerintahan tentu terlepas dari tanggungan biaya hidup dia dengan keluarganya, karena gaji yang dibayarkan kepadanya lebih daripada cukup. Uang masuk dari sana-sini mempertebal dompet mereka yang sudah bisa menghidupi kehidupan mereka dalam kemewahan. Kebanyakan mereka hidup dalam kemewahan seperti tinggal di rumah mewah, mobil mewah, fasilitas rumah yang terkesan mahal, dan sebagainya walaupun tidak semua pejabat negara hidup dengan kemewahan. Pejabat negara pada umumnya digaji tinggi setiap bulannya atau mungkin per minggu atau per tahun karena daerah-daerah yang menjadi domisilinya dalam bekerja dan bahkan negara yang menjadi tanggung jawabnya, sudah menjadi hal yang wajar di masa kini. Tetapi gaji yang tinggi tersebut malah tidak cukup bagi mereka para ‘tikus’ yang kemudian menimbulkan tindakan korupsi.

Sebagaimana pejabat negara dan individual-individual yang ‘bekerja langsung dengan uang’ seperti misalnya bekerja di Bank Indonesia, Lembaga Keuangan, Perpajakan, dan lain-lain telah diberikan gaji umum dan gaji khusus (uang masuk di luar gaji pokok) yang terhitung sangat besar (setidaknya sangat besar bagi saya), tidak juga memberikan kinerja yang baik dalam pekerjaannya. Penghitungan uang menjadi tidak terukur karena nomor seri yang ada di uang kertas tidak berurutan alias dikorupsi sebagian. Selain itu pejabat negara yang diberikan gaji tinggi belum memberikan kinerja yang memuaskan bagi  masyarakat, demo sana-sini masih tidak dihiraukan. Gedung DPR diharapkan bisa menjadi semewah mungkin, padahal kemewahan yang diharapkan oleh pejabat negara/anggota DPR tidak sesuai dengan kinerja yang diharapkan oleh rakyat. Yang lebih memuakkan lagi, sudah diberikan gaji tinggi tetapi kinerja yang kurang baik bagi rakyat, masih melakukan tindakan korupsi besar-besaran yang notabene merugikan negara dan masyarakat.

Di situ bisa kita lihat bahwa ketidakpuasan merekalah yang membuat mereka tetap melakukan tindakan korupsi, padahal gaji yang diberikan secara rutin sudah sangat besar. Kehidupan mereka para koruptor sudah mewah, gaji tinggi, tetapi keserakahan mereka yang tidak pernah merasa puas malah merugikan orang banyak (baca: rakyat) di luar sana. Apakah semua karena keserakahan? Memang sudah sifat manusia untuk susah merasa puas, seakan apa yang mereka dapatkan yang ’sudah dilebihkan’ olehNya masih merasa kurang entah dalam bentuk apapun. Koruptor menjadi salah satu contoh real dalam hal tersebut.

Keserakahan para koruptor merugikan orang banyak, yang kemudian merugikan dirinya sendiri dan keluarganya. Pantas sekali koruptor diberikan hukuman yang berat, entah hukuman mati dan apapun bentuk hukuman itu, karena dia telah merugikan orang banyak, dan bukan malah diberikan fasilitas ‘mewah’ di penjara seperti kasus beberapa waktu lalu. Sungguh memalukan, seorang yang bersalah malah ‘dimanjakan’ dalam arti diberikan fasilitas mewah bak hotel di dalam penjara.

Semua karena keserakahan mereka para koruptor yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa peduli dengan keadaan di luar sana. Sifat tidak pernah merasa puas manusia pun mempengaruhi keserakahan tersebut, bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar