BAB I TEORI
Teori Hubungan
kemimpinan.
Kepemimpinan jenis ini didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan
suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para pengikut mendapat
imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin.
Sementara itu kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang
dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status quo. Kepemimpinan
transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan
yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada
tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih
sebelumnya.
Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988, seperti dikutip oleh Hartanto, 1991).
Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya apabila dijalani proses belajar dan berpengalaman, dan diharapkan orang yang bersangkutan memiliki sikap kerja yang bertambah maju kearah positif, memiliki kecakapan (pengetahuan) kerja yang bertambah baik serta memiliki ketrampilan kerja yang bertambah dalam kualitas dan kuantitas (Rakhmat, 1996). Lama menjabat pada Jabatan sekarang Seperti halnya dengan lama bekerja di organisasi, lama menjabat pada jabatan sekarang juga berkaitan dengan penyesuaian jabatan. Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, penyesuaian di sini berkaitan dengan penyesuaian-penyesuaian diri sendiri terhadap pekerjaan atau jabatan itu sendiri, terhadap jam kerja, terhadap personal yang lain terutama terhadap bawahannya (Rakhmat, 1996).
TABEL 3 Korelasi Non Parametrik Rank Spearman Hubungan Antara Dimensi Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin DimensiKpmn Transformasional II IM IS IC MLQ (prob.)(prob.)(prob.)(prob.) (prob.) Karakteristik Personal Lama bekerja -0,209 -0.089 -0.120 -0,169 -0,141 (0,125)(0,517)(0,384)(0,218)(0,303) Lama menjabat -0,121 -0,059 -0,169 -0,078 -0,074 (0,378)(0,669)(0,216)(0,571) (0,590) Tingkat pendidikan 0,203 0,036 0,154 0,072 0,087 (0,137)(0,792)(0,261)(0,600) (0,528) Total karakteristik -0,169 -0,171 -0,192 -0,159 -0,153 (0,217)(0,212)(0,160)(0,248)(0,265) Sumber: Data Primer Diolah (2000) Keterangan: I I : Idealized Influence (Charisma) I M : Inspirational Motivation I S : Intellectual Stimulation I C : Individualized Consideration M L Q : Multifactor Leadership Questionnaire Tabel 3 menunjukkan hubungan antara dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal lemah dan berkebalikan seperti tampak pada koefisien korelasi senilai -0,153 dengan nilai probabilitas 0,265 (> 0,05).
Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988, seperti dikutip oleh Hartanto, 1991).
Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya apabila dijalani proses belajar dan berpengalaman, dan diharapkan orang yang bersangkutan memiliki sikap kerja yang bertambah maju kearah positif, memiliki kecakapan (pengetahuan) kerja yang bertambah baik serta memiliki ketrampilan kerja yang bertambah dalam kualitas dan kuantitas (Rakhmat, 1996). Lama menjabat pada Jabatan sekarang Seperti halnya dengan lama bekerja di organisasi, lama menjabat pada jabatan sekarang juga berkaitan dengan penyesuaian jabatan. Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, penyesuaian di sini berkaitan dengan penyesuaian-penyesuaian diri sendiri terhadap pekerjaan atau jabatan itu sendiri, terhadap jam kerja, terhadap personal yang lain terutama terhadap bawahannya (Rakhmat, 1996).
TABEL 3 Korelasi Non Parametrik Rank Spearman Hubungan Antara Dimensi Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin DimensiKpmn Transformasional II IM IS IC MLQ (prob.)(prob.)(prob.)(prob.) (prob.) Karakteristik Personal Lama bekerja -0,209 -0.089 -0.120 -0,169 -0,141 (0,125)(0,517)(0,384)(0,218)(0,303) Lama menjabat -0,121 -0,059 -0,169 -0,078 -0,074 (0,378)(0,669)(0,216)(0,571) (0,590) Tingkat pendidikan 0,203 0,036 0,154 0,072 0,087 (0,137)(0,792)(0,261)(0,600) (0,528) Total karakteristik -0,169 -0,171 -0,192 -0,159 -0,153 (0,217)(0,212)(0,160)(0,248)(0,265) Sumber: Data Primer Diolah (2000) Keterangan: I I : Idealized Influence (Charisma) I M : Inspirational Motivation I S : Intellectual Stimulation I C : Individualized Consideration M L Q : Multifactor Leadership Questionnaire Tabel 3 menunjukkan hubungan antara dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal lemah dan berkebalikan seperti tampak pada koefisien korelasi senilai -0,153 dengan nilai probabilitas 0,265 (> 0,05).
Sementara itu koefisien korelasi antara karakteristik personal dan dimensi
kepemimpinan transformasional ''karismatik'' yang mempunyai hubungan searah (+)
adalah tingkat pendidikan seperti tampak pada koefisien korelasi senilai 0,203
dengan nilai probabilitas 0,137 (> 0,05), meskipun hubungan antara kedua
variabel tersebut tidak cukup signifikan. Hal tersebut dapat terja di karena
semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seorang pemimpin akan semakin luas
wawasan dan kesadaran akan misi organisasi, sehingga pemimpin semakin mampu
membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan kepada
para bawahannya.
Secara garis besar ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin, sedangkan seluruh dimensi kepemimpinan transformasional ''karismatik'', ''motivasi inspirasional'', ''stimulasi intelektual'', dan ''konsiderasi individual'' berhubungan paling erat dan searah dengan karakteristik personal tingkat pendidikan pemimpin. Walaupun tidak ada hubungan yang berarti antara dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin pada organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, organisasi tetap harus memperhatikan hubungan dari kedua variabel ini karena karakteristik personal tidak hanya terbatas pada pengalaman (experience), tetapi juga meliputi derajat kemampuan pemimpin menghadapi kegagalan dan memiliki kekuatan pribadi (emotional coping), derajat kemampuan pemimpin mendukung perilaku yang efektif dan memelihara rasa optimis (behavioral coping), kemampuan pemimpin untuk menyalurkan dan mengevaluasi ide kritis (abstrak orientation), derajat kesediaan pemimpin untuk menerima tantangan (risk taking), kesediaan pemimpin untuk mecoba hal baru dan menantang status quo (inovation), derajat kemampuan pemimpin menggunakan humor untuk menyenangkan bawahannya (use of humor) (Dubinsky, Yammarino, Jolson, 1995).
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1776213-hubungan-kepemimpinan-transformasional/#ixzz2DRAYyY44
Secara garis besar ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin, sedangkan seluruh dimensi kepemimpinan transformasional ''karismatik'', ''motivasi inspirasional'', ''stimulasi intelektual'', dan ''konsiderasi individual'' berhubungan paling erat dan searah dengan karakteristik personal tingkat pendidikan pemimpin. Walaupun tidak ada hubungan yang berarti antara dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin pada organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, organisasi tetap harus memperhatikan hubungan dari kedua variabel ini karena karakteristik personal tidak hanya terbatas pada pengalaman (experience), tetapi juga meliputi derajat kemampuan pemimpin menghadapi kegagalan dan memiliki kekuatan pribadi (emotional coping), derajat kemampuan pemimpin mendukung perilaku yang efektif dan memelihara rasa optimis (behavioral coping), kemampuan pemimpin untuk menyalurkan dan mengevaluasi ide kritis (abstrak orientation), derajat kesediaan pemimpin untuk menerima tantangan (risk taking), kesediaan pemimpin untuk mecoba hal baru dan menantang status quo (inovation), derajat kemampuan pemimpin menggunakan humor untuk menyenangkan bawahannya (use of humor) (Dubinsky, Yammarino, Jolson, 1995).
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1776213-hubungan-kepemimpinan-transformasional/#ixzz2DRAYyY44
Teori Komunikasi.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi
(pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya,
komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua
belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh
keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik
badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala,
mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Komunikasi atau communicaton berasal dari bahasa Latin communis
yang berarti 'sama'.[3] Communico,
communicatio atau communicare yang berarti membuat sama (make
to common).[3]
Secara sederhana komuniikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara
penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. [4]
Oleh sebab itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami
satu dengan yang lainnya (communication depends on our ability to understand
one another). [5]Pada awalnya, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan kebutuhan organis.[6] Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal digunakan untuk reproduksi.[6] Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi dan membuka peluang terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan. [6].
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman.[3] Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran.[rujukan?] Komunikasi dapat berupa interaktif, komunikasi transaktif|transaktif, komunikasi bertujuan|bertujuan, atau komunikasi tak bertujuan|tak bertujuan.[rujukan?]
Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain.[rujukan?] Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.[rujukan?]
Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio.[rujukan?] Televisi, telepon, satelit dan jaringan komuter seiring dengan industrialisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia.[rujukan?] Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri.
Teori Motivasi.
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas,
arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.[1]
Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.[2]Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.[2] Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.[2]
Teori Konflik.
Konflik berasal dari kata kerja Latin
configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat
dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Teori Pengembangan Karir
Teori Pengembangan Karir Menurut Driver dan
Brousseau
Setelah melalui proses penelitian
dinamika karir selama 30 tahun, Professor Michael Driver dan Dr. Ken
Brousseau dari University of Southern California menemukan empat hal
yang mereka sebut sebagai “four naturally occuring career concept” atau
“empat konsep karir yang terjadi secara alami” yakni Linier, Steady
State Experts, Spirals, dan Transitory.
Menurut Driver dan Brousseau,
model Linier terlihat nyata pada mereka yang terlihat menonjol dari sisi
tingkatan dalam sebuah organisasi. Keinginan orang-orang tersebut adalah untuk
meningkatkan power dan status mereka hingga
menjadi lebih sukses daripada yang tidak melakukan hal yang sama. Model Linier
ini merupakan model yang terlihat dominan dalam media dan kebanyakan
organisasi.
Terkait dengan model Linier,
situs Decision Dynamicsmenyatakan bahwa kebanyakan orang yang merasa ideal dengan
model Linier merasa kesulitan untuk mendefinisikan arti lain kesuksesan selain
berada di puncak karir. Di Amerika Serikat khususnya, konsep sukses dalam
model Linier seperti telah menjadi tolak ukur kesuksesan diatas kesuksesan
lainnya, dan hal ini seperti telah mengakar dalam budaya masyakarat disana.
Tipe Steady State Expert sangat
bertolak belakang dengan tipe Linier. Steady State Expert merupakan merupakan
tipe model dimana orang-orang yang bersangkutan cenderung melakukan hal yang
sama terus-menerus dengan alasan kepuasan mereka tidak datang dari sisi
manajemen, tapi dari pekerjaan yang mereka lakukan dengan baik. Sekali seorang
dengan tipe ini menemukan suatu profesi, individu yang bersangkutan akan fokus
pada bagaimana pengembangan lebih lanjut dan bagaimana ia memperbaiki kemampuan
dan keahliannya dalam suatu spesialisasi yang berkaitan dengan profesi
tersebut.
Model Spiral merupakan
model dimana yang bersangkutan bisa saja mengorbankan power dan status yang
mereka miliki sekarang untuk mempelajari sesuatu yang baru. Mereka cenderung
belajar dan mengumpulkan pengalaman-pengalaman baru. Tidak seperti model
Linier, ketika tipe Spiral mendapatkan 80 persen jalan mereka ke puncak, mereka
menjadi bosan dan bersedia mengorbankan status dan pengaruh mereka itu untuk
melakukan hal-hal baru.
Kuncinya adalah bahwa bidang baru
yang menjadi tujuan tipe Spiral adalah pengembangan dari bidang yang telah
mereka tekuni sebelumnya.
Tipe Transitory cenderung tidak
termotivasi oleh pekerjaan. Mereka menganggap bekerja itu hanyalah sarana untuk
mendapatkan uang yang dapat mereka gunakan untuk melakukan sesuatu yang mereka
sukai seperti berlayar, mendaki gunung, dan kegiatan yang sarat hobi dan
passion tinggi.
Setiap tipe karir menawarkan sesuatu yang berbeda bagi
organisasinya. Tipe atau model Linier memberikan ambisi dan arahan untuk maju.
Tipe Steady State Expert akan membawa kompetensi dan skill yang
bermanfaat bagi organisasi. Tipe Spiral akan datang membawa inovasi dan ide-ide
segar, sementara tipe Transitory akan tetap menjaga perputaran bisnis karena
mereka lebih suka bekerja sementara.
Permasalahan
akan terjadi ketika tipe Linier sampai pada titik puncak karir di organisasi
dan mereka membuat aturan sendiri. Hal ini akan mengakibatkan tipe Spiral,
Steady State Expert, dan Transitory merasa seperti masyarakat kelas dua dalam
organisasi yang harus mengikuti dominasi tipe Linier.
BAB II ISI
Hubungan
kepeminpinan.
Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat
dialami oleh seorang hanya apabila dijalani proses belajar dan berpengalaman,
dan diharapkan orang yang bersangkutan memiliki sikap kerja yang bertambah maju
kearah positif, memiliki kecakapan (pengetahuan) kerja yang bertambah baik
serta memiliki ketrampilan kerja yang bertambah dalam kualitas dan kuantitas
(Rakhmat, 1996). Lama menjabat pada Jabatan sekarang Seperti halnya dengan lama
bekerja di organisasi, lama menjabat pada jabatan sekarang juga berkaitan
dengan penyesuaian jabatan. Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, penyesuaian
di sini berkaitan dengan penyesuaian-penyesuaian diri sendiri terhadap
pekerjaan atau jabatan itu sendiri, terhadap jam kerja, terhadap personal yang
lain terutama terhadap bawahannya (Rakhmat, 1996).
TABEL 3 Korelasi Non Parametrik Rank Spearman Hubungan Antara Dimensi Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin DimensiKpmn Transformasional II IM IS IC MLQ (prob.)(prob.)(prob.)(prob.) (prob.) Karakteristik Personal Lama bekerja -0,209 -0.089 -0.120 -0,169 -0,141 (0,125)(0,517)(0,384)(0,218)(0,303) Lama menjabat -0,121 -0,059 -0,169 -0,078 -0,074 (0,378)(0,669)(0,216)(0,571) (0,590) Tingkat pendidikan 0,203 0,036 0,154 0,072 0,087 (0,137)(0,792)(0,261)(0,600) (0,528) Total karakteristik -0,169 -0,171 -0,192 -0,159 -0,153 (0,217)(0,212)(0,160)(0,248)(0,265) Sumber: Data Primer Diolah (2000) Keterangan: I I : Idealized Influence (Charisma) I M : Inspirational Motivation I S : Intellectual Stimulation I C : Individualized Consideration M L Q : Multifactor Leadership Questionnaire Tabel 3 menunjukkan hubungan antara dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal lemah dan berkebalikan seperti tampak pada koefisien korelasi senilai -0,153 dengan nilai probabilitas 0,265 (> 0,05).
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1776213-hubungan-kepemimpinan-transformasional/#ixzz2DRJiZ8RY
TABEL 3 Korelasi Non Parametrik Rank Spearman Hubungan Antara Dimensi Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin DimensiKpmn Transformasional II IM IS IC MLQ (prob.)(prob.)(prob.)(prob.) (prob.) Karakteristik Personal Lama bekerja -0,209 -0.089 -0.120 -0,169 -0,141 (0,125)(0,517)(0,384)(0,218)(0,303) Lama menjabat -0,121 -0,059 -0,169 -0,078 -0,074 (0,378)(0,669)(0,216)(0,571) (0,590) Tingkat pendidikan 0,203 0,036 0,154 0,072 0,087 (0,137)(0,792)(0,261)(0,600) (0,528) Total karakteristik -0,169 -0,171 -0,192 -0,159 -0,153 (0,217)(0,212)(0,160)(0,248)(0,265) Sumber: Data Primer Diolah (2000) Keterangan: I I : Idealized Influence (Charisma) I M : Inspirational Motivation I S : Intellectual Stimulation I C : Individualized Consideration M L Q : Multifactor Leadership Questionnaire Tabel 3 menunjukkan hubungan antara dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal lemah dan berkebalikan seperti tampak pada koefisien korelasi senilai -0,153 dengan nilai probabilitas 0,265 (> 0,05).
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1776213-hubungan-kepemimpinan-transformasional/#ixzz2DRJiZ8RY
Komunikasi.
Secara
ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti berikut.
- Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.[rujukan?]
- Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya.[rujukan?]
media
(channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke komunikan.[rujukan?]
- Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.[rujukan?]
- Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.[rujukan?
Motivasi.
Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep
motivasi.[2]
Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan,
teori X dan Y, dan teori dua faktor. [2]
Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada
hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi
di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Konflik.
Konflik menurut
Robbin.
Robbin
(1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict
Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan
kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi
berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga
bagian, antara lain:
- Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
- Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
- Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Pengembangan karir.
Melalui perencanaan karir, setiap
individu mengevaluasi kemampuan dan minatnya sendiri, mempertimbangkan
kesempatan karir alternatif, menyusun tujuan karir, dan merencanakan
aktivitas-aktivitas pengembangan praktis. Fokus utama dalam perencanaan karir
haruslah sesuai antara tujuan pribadi dan kesempatan-kesempatan yang secara
realistis tersedia
BAB III KESIMPULAN
Kesimpulan saya adalah setiap urusan atau pekerjaan
membutuhkan hubungan kepemimpinan,komunikasi,motivasi,konflik,pengembangan
kinerja karyawan. Dikarenakan agar setiap orang saling puas satu sama lain.
Demikian kesimpulan dari saya,demikian atas kekurangannya
mohon dimaklumi. Sekian dan terimakasih.